Lingkar Pena dalam Al-Quran


“Nuun.
Demi Pena dan apa yang mereka tuliskan.”

(QS. Al-Qalam: 1-2).



Kalau Anda suka menulis, bekerja sebagai penulis atau memang aktifitas Anda menulis. Atau barangkali Anda punya hobi menulis. Anda boleh bangga dengan pena Anda. Apa pasal? Sebab pada Lailatul Qadar, di bulan Ramadhan itu, wahyu pertama diturunkan. Malaikat Jibril membawa pesan ilahi secara lengkap menjadi satu surah secara utuh. Dalam surah itu disebutkan kata qalam atau pena.


“Bacalah, dan Tuhanmu yang Maha Mulia yang mengajari dengan qalam, Yang Mengajari manusia apa yang tidak ia ketahui.”


Ayat ini seakan menarik perhatian umat Islam saat itu. Bagaimana tidak, istilah "pena" belum dikenal di dunia Arab pada saat itu. Buta hurup merajalela sedemikian parah, dan sulit diberantas. Sementara kejahiliyahan menjadi-jadi. Yang berinteraksi dengan pena di awal kedatangan Islam bisa dihitung dengan jari satu tangan. Anehnya, tiba-tiba saja al-Quran turun dan menyebutkan kata pena tanpa tedeng aling-aling.


Sekarang kita tahu sebabnya mengapa wahyu pertama yang diturunkan itu mengajak umat manusia untuk membaca, dengan pena sebagai perantara pertama untuk menghasilkan karya tulis. Karena ternyata pena adalah sarana pendidikan dan intelektualitas yang paling umum digunakan di manapun berada. Pena juga mampu menyihir, mendakwah, juga mempengaruhi opini publik. Fakta tersebut belum pernah terungkap selain pada era kemajuan di segala bidang seperti sekarang ini.


Zaman baheula, who knows? Allah mengetahui hakekat pena yang sebenarnya. Allah menyinggung kata pena di permulaan detik-detik risalah untuk Nabi Terakhir dan di awal kewahyuannya, sedangkan nabi Muhammad SAW bukanlah seorang penulis yang mencatat huruf-huruf, kata dan kalimat dengan pena. Ini menegaskan sekali lagi bahwa al-Quran turun dari langit bukanlah buatan manusia seperti klaim musuh-musuhnya.



Pena: Nama Surah Al-Quran


Kalau sering membaca al-Quran, pada juz ke 29 Anda akan segera menemukan nama surah AL-QALAM (Sang Pena). Dalam surah ini Allah swt bersumpah atas nama pena:

“Nuun. Demi Pena dan apa yang mereka tuliskan.”


Kata ahli tafsir, surah ini termasuk surah kedua dari segi urutan turunnya walau dalam mushaf al-Quran yang ada pada kita tercatat dalam urutan ke 68. Kalau memang Anda si empunya pena, sekali lagi, bolehlah Anda berbangga. Tapi syaratnya sang pena harus mencerminkan representasi ‘gaul’ Anda dengan sang Khalik, karena Ia yang melindungi si empunya pena dari terpeleset lidah (eh.. terpeleset pena), melampaui batas hingga going to far, menimbulkan excess, tendensius atau mungkin prasangka buruk kepada orang lain. Sebab sejak awal pena identik dengan Sang Pencipta langit dan bumi. Di wahyu pertama itu Allah swt berfirman:


“Bacalah, dan Tuhanmu yang Maha Mulia yang mengajari dengan qalam, Yang Mengajari manusia apa yang tidak ia ketahui.”

Kalau sang penulis tidak punya “kontak” dengan Allah, maka semua karya-karyanya tanpa makna. Kalaupun sukses, maka kesuksesannya semata-mata di dunia belaka, sementara di alam baka sana buah pena akan mengering, bahkan menjelma menjadi makhluk yang menjadi saksi terhadap “apa yang mereka tuliskan”. Dalam hal ini, sangat malang nasib mereka. Ya pena-nya, ya tuannya. (Taufik Munir)


Tidak ada komentar:

Write a Comment

Terima kasih untuk membaca artkel ini. SIlakan berikan saran untuk perbaikan.
- Terima kasih.


Top