Diposkan oleh MAN MAUK pada Kamis, 14 Juni 2012 |
Artikel
Iman
secara bahasa berarti percaya. Namun para ulama membuat terminologi
bahwa yang dimaksud iman adalah: berkeyakinan dalam hati, diucapkan
secara lisan, dan diaplikasikan dengan nyata. Dari sini dapat diambil
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan keimanan di sini adalah keimanan
yang konsisten (tasdiqan jaziman) terhadap semua yang diwahyukan Allah, baik akidah, ibadah, akhlak dan semua hal yang 'maklum' dalam agama.
IMAN YANG MEMBAWA KE SURGA
Ketika
Rasulullah saw bertanya tentang hakekat iman, Jibril alahissalam
menjawab: iman adalah kamu percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari Akhir, dan qada/qadar yang baik
ataupun yang buruk.
Alquran lebih jauh memerinci apa yang wajib diimani. Allah swt berfirman: Rasul
telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya,
demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka
mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan
yang lain) dari rasul-rasul-Nya" (QS. 02:85).
Untuk
membuktikan kebenaran beriman atau tidak seseorang, maka pengucapan
secara lisan itu harus dibarengi dengan keyakinan di dalam hatinya serta
dinyatakan dengan arkan (rukun-rukun). Kalau ini terbukti ada pribadi seseorang maka orang tersebut dinyatakan sebagai orang beriman (mu'min).
Al-Quran menafikan orang-orang yang menyatakan beriman di mulut saja sementara hatinya ingkar. (QS. 02:08). Al-Quran
juga menyatakan tentang perilaku orang-orang Badui. Dalam al-Quran
Allah swt berfirman: Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah
beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah
tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu. (QS. 49:14).
Benar
bahwasanya sesuatu yang kasat mata dan pengucapan lewat lisan sudahlah
cukup untuk meyakinkan manusia. Ini tentunya hanya berlaku di dunia,
adapaun di Akherat tentu tidak semudah itu, maka pengucapan lisan wajib
disertakan keyakinan yang mantap dalam hati disamping diaplikasikan
dengan pelaksanaan ibadah dengan anggota badan (aljawarih).
Ibadah itu termasuk "ibadah mahdhoh" (sholat, zakat, puasa, haji dsb)
maupun "ibadah ghair-mahdhoh" (tolong menolong, berbuat baik terhadap
sesama, memberi santunan, dll).
Iman
yang benar kepada Allah swt berdampak positif pada kehidupan manusia
dan kepada hidayahnya sendiri. Hal ini ditegaskan dalam al-Quran: "…dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya". (QS. 64:11).
Orang-orang
yang beriman kepada Allah sudah cukup membawa pemeluknya ke dalam Surga
yang dijanjikan, kendatipun dirinya bergelimang dengan maksiat.
"Tiadalah seorang hamba yang berkata Tidak ada tuhan selain Allah
kemudian ia mati atas (keyakinannya) itu, melainkan ia masuk Surga",
begitu sabda Rasulullah SAW. Kemudian sahabat, Abu Zar Algiffari,
bertanya: "kalau ia berzina dan mencuri?" Jawab Rasulullah, "sekalipun
ia berzina, sekalipun ia mencuri".
Tetapi
ini bukan pembenaran bagi mereka yang suka melakukan maksiat untuk
terus melakukan aksinya, melainkan agar mereka bersegera bertaubat
kepada Allah swt dan jangan berputus asa dari rahmat Allah. Wallahu a'lam.[]
Penulis aktif berpartisipasi di: http://religiusta.multiply.com/journal/item/21
Tidak ada komentar: