Pesankan Aku Tempat di Neraka

Rewriter: Tewfik Mooner

Sebuah kisah nyata di musim panas yang menyengat. Seorang kolumnis majalah Al-Mannar Al-Jadid mengisahkannya:

M
usim panas merupakan ujian yang cukup berat terutama bagi Muslimah untuk tetap mempertahankan pakaian yang dikenakan atau etika yang menjadi perhiasan. Gerah atau panas sekalipun tidak menjadikannya menggadaikan akhlak. Musim panas di negeri Arab memang sangat menyiksa. Perjalanan jauh tanpa pengatur udara cukup membuat banyak orang tergoda untuk lari dari syariat Islam.
Musim panas akan terasa kebalikan dari musim dingin. Pada musim dingin sekujur tubuh terasa dilapisi salju. Jalan keluarnya bisa dilakukan dengan menutup tubuh hingga leher rapat-rapat, insya Allah kehangatan badan bisa dijaga. Bagi kaum hawa, jilbab bisa multi-fungsi.

Di sebuah perjalanan yang cukup panjang antara Kairo-Alexandria; di sebuah mikrobus... seorang perempuan muda berpakaian kurang layak untuk dideskripsikan menutup aurat, karena kondisinya yang tampak "menantang kesopanan"; berbaju ketat dan amat minim dengan celana pendek yang  "irit" juga. Tubuh montoknya dan nyaris semua garis lekuk tubuhnya tergambarkan dengan nyata. Dia berdiri diantara deretan para penumpang lain yang bergelayut karena tidak mendapatkan jatah tempat duduk. Puluhan pasang mata melotot tiada berkedip.

Tentu saja cara berbusana seperti itu "mengundang" perhatian. Seorang kakek setengah baya berbaju putih dan berjenggot tebal yang kebetulan duduk disampingnya mengingatkan, bahwa pakaian seperti itu tentu saja melanggar aturan agama, norma dan adat ketimuran disamping mengakibatkan sesuatu yang tak baik bagi dirinya sendiri.

Apa respon si perempuan itu? Rupanya dia tersinggung dan murka. Ia ekspresikan kemarahannya karena merasa privasinya terusik. Hak berpakaian baginya ialah hak  prerogatif individu manusia-manusia merdeka. Ini era Hak Asasi Manusia, bung.

"Jika memang bapak merasa terganggu, ini ponsel saya. Tolong pesankan saya tempat di neraka Tuhan Anda!!" bentak si perempuan itu.

Sebuah respon yang sangat frontal. Puluhan pasang mata tertuju. Sang kakek hanya beristighfar... ia terus menggumamkan kalimat-kalimat tauhid.

Beberapa penumpang turun. Lalu, dia duduk menggantikan, tepat di ujung kursi dekat bab al-khuruj, pintu keluar.


Detik-detik berikutnya suasana hening mencekam. Beberapa orang terlihat kelelahan dan terlelap dalam mimpinya. Tak terkecuali wanita muda itu. Hingga sampailah perjalanan di penghujung tujuan: di sebuah terminal akhir mikrobus Alexandria.

Kini semua penumpang siaga turun, namun terhalangi oleh wanita muda tersebut yang masih terlihat tertidur, maklum ia berada persis dekat pintu keluar. "Bangunkan saja!" teriak salah seorang penumpang.

Tahukah apa yang terjadi? Wanita muda tersebut benar-benar tak bangun lagi. Dia menemui ajalnya. Seisi mikrobus histeris. Mereka beristighfar, menggumamkan kalimat Allah sebagaimana yang dilakukan kakek tua yang duduk di sampingnya.

Sebuah akhir yang menakutkan. Mati dalam keadaan menantang Tuhan!

Seandainya tiap orang mengetahui akhir hidupnya.
Seandainya tiap orang menyadari hidupnya bisa berakhir setiap saat.
Seandainya tiap orang takut bertemu dengan Tuhannya dalam keadaan yang buruk.
Seandainya tiap orang tahu bagaimana kemurkaan Allah.

Dan, entahlah. Sudahkah wanita muda itu mendapatkan neraka yang ia booking?


Tidak ada komentar:

Write a Comment

Terima kasih untuk membaca artkel ini. SIlakan berikan saran untuk perbaikan.
- Terima kasih.


Top